Kamis, 10 Desember 2009

Renungan.....


KUMBOKARNO dan Pilihan “Bela Negara”


Oleh: Rustiyono

(Telah diposting di: rustiyono1205.wordpress.com)

Judul diatas mungkin sangatlah berlebihan bila saya analogikan dengan beberapa peristiwa yang terus terjadi disekolah kita, terutama akhir-akhir ini.

Terus mengikuti dan melakoni polemik yang terjadi di SMA Plus Negeri 7 Bengkulu pasca ‘goro-goro’ yang kini telah berubah menjadi ‘konflik’ yang beresiko mengancam eksistensi sekolah dan keutuhan persatuan dan kesatuan seluruh personal sekolah, saya tergerak ingin memaparkan sebuah tamsil cerita Ramayana yang diambil dari lakon “Gugurnya Kumbokarno”.

Kumbokarno adalah raksasa yang berhati bijaksana, meskipun memiliki kakak yang dikenal angkara murka, Rahwana atau Prabu Dasamuka. Kumbokarno sangat benci dengan tingkah laku kakaknya, Raja Alengka, Prabu Dasamuka. Hanya karena ingin memiliki Dewi Sinta, Dasamuka mempertaruhkan negara. Dasamuka menantang Prabu Ram, raja Ayodya, suami dari Dewi Sinta. Terjadilah perang besar antara Alengka dengan Ayodya yang dipimpin langsung oleh Prabu Rama. Korban ribuan jiwa dan Kerajaan Alengka pun hancur total.

Kumbokarno sebenarnya tidak mau ikut campur dalam peperangan itu. Bahkan, dia rela Dasamuka, kakaknya itu, mati karena keangkaramurkaannya dalam memimpin negara. Namun, karena negara Alengka hancur total dirusak oleh musuh, muncullah rasa nasionalisme Kumbokarno. Ia tak rela tumpah darahnya diinjak-injak oleh musuh. Akhirnya, Kumbokarno ikut maju perang, gugur demi bela negara.


Adik Kumbokarno, Wibisana memilih jalur yang berbeda mengenai hal ini. Wibisana memilih bergabung dengan pasukan Rama dengan niat tidak menghianati/menghancurkan negaranya namun untuk menjunjung kebenaran, sementara Kumbokarno yang dalam hatinya tidak ingin berperang, memilih berperang melawan Rama dengan niat mempertahankan negaranya berdasar sebuah prinsip yang sangat terkenal ”Right or Wrong is my Country”.

Awalnya ketika kemudian Rahwana harus berperang melawan Rama, maka Kumbokarno bersikap pasif, memilih tidur panjang ketimbang harus berperang membela kakaknya yang durhaka. Tentu saja, sang kakak marah, dia menagih jasa-jasa yang pernah diberikan kepadanya. Kumbokarno lantas memuntahkan semua isi perutnya, sebagai lambang dia tak sudi menerima pemberian makanan. Tetapi ketika Rahwana menagih air susu ibunya (Sukesi), Kumbokarno tak berkutik. Terpaksa, raksasa bijak itu harus bersiap maju perang berhadapan dengan pasukan Rama.

Mengenakan busana putih-putih, Kumbokarno maju ke medan laga. Motivasinya, dia bersedia maju perang bukan karena membela kakaknya yang memang bersalah, namun sebagai bukti kesetiaannya pada negara. Kumbokarno akhirnya gugur, dewa-dewa menangis, bunga-bunga berguguran dari langit, tangisan pilu membahana di padang laga.. Diceritakan lebih lanjut, gugurnya Kumbokarno dirasakan duka yang sangat mendalam baik oleh seluruh Rakyat Alengka maupun pasukan Sri Rama. Para Resi (pertapa) mendoakan arwah atas kepergian sang pejuang sejati menuju wewangian bunga di Nirwana yang telah terjaga oleh ratusan bidadari.

Saya tidak bermaksud membandingkan ketokohan Kumbokarno dengan siapapun atau menghubung-hubungkan lakon pewayangan tersebut dengan ‘konflik’ yang terjadi disekolah kita tercinta.

Saya hanya bernostalgia, teringat kembali masa kecil saya. Melewatkan masa kanak-kanak di perkampungan kecil di Desa Kedung Rejo, Nguntoronadi, Wonogiri. Kira-kira 45 KM tenggara Kota Solo. Dibesarkan dilingkungan Muhammadiyah, saya masuk MIM (Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah) Kwangen. Seperti anak-anak desa yang lain, saya juga sangat menikmati cerita-cerita pewayangan yang hampir setiap 2 bulanan selalu ada pementasan wayang kulit untuk memenuhi berbagai hajatan. Mulai dari pesta pernikahan, sunatan, bersih desa, ruwatan atau yang lainnya. Cerita yang dibawakan dalang begitu menginspirasi. Pitutur dan nasehat yang terselubung dari lakon cerita itu pada saat tertentu muncul kembali sebagai nostalgia. Salah satunya ya tentang itu tadi, bagaimana kita harus tetap ‘bela negara’ meskipun pada posisi yang dilematis, posisi yang sangat tidak menguntungkan secara pribadi. Tamsil pada lakon diatas kok, sepertinya relevan dengan kondisi yang tengah terjadi di satuan pendidikan kita. Meskipun sistuasi dan kondisinya berbeda (Maaf kalau pendapat saya salah).

Makna Sikap Hidup Kumbokarno dalam konsep ‘Bela Negara’

Beberapa makna sikap hidup Kumbokarno saya sarikan dari postingan mas Anung JP., diantaranya adalah:

1. Perang(Konflik)

Dihadapan telah terjadi perang dan perang tersebut menimpa negeri Alengka. Tanpa sebab yang harus dijelaskan lebih lanjut, perang menyeret diri Kumbokarno untuk secepatnya mengambil sikap bagi negerinya Alengka. Dalam kesadaran yang dibangun kemudian, bahwa perang ada didepan kita dan tidak dapat lagi terelakkan. Diperlukan langkah-langkah agar perang ini dapat segera diselesaikan. Pilihan sebagai eksisten menempatkan Kumbokarno harus bertindak berdasarkan kebebasan yang ia miliki.

2. Suara hati

Suara hati Kumbokarno menilai bahwa Rama adalah symbol kebenaran yang tidak dapat dikalahkan. Kebenaran adalah junjungan Kumbokarno selama ini dan kebenaranlah yang selama ini ditakutkan oleh Kumbokarno. Hal ini yang membuat cemas Kumbokarno, karena suara hati Kumbokarno menilai bahwa Rama adalah titisan Wisnu pembawa kebenaran di muka bumi, Rama datang untuk memusnahkan keangkaramurkaan yang diwakilkan oleh Rahwana. Suara hati Kumbokarno menilai bahwa Rama tidak bersalah dan tidak perlu diperangi.

3. Jiwa patriotik

Tanah adalah harta pusaka yang melambangkan harga diri, terlebih jika tanah itu adalah tanah warisan para leluhur yang selalu dipuja-puja. Harta yang harus dipertahankan dari kekuasaan pihak lain, karena tanah tersebut tempat kita dilahirkan, tempat kita mencari penghidupan dan kehidupan; tanah tumpah darah. Sikap Kumbokarno ini merupakan sebuah keputusan yang tepat, ketika seseorang harus memilih untuk ikut serta dalam perang membela negerinya, dan membayangkan bahwa pilihan tersebut mengharapkan manusia lainnya juga mengambil pilihan yang sama. Kecerahan akan keyakinan sikap akan maju kemedan perang ini sejalan dengan suatu keyakinan, manusia dapat menghayati suatu persoalan dan menghayati siapa dirinya. Keyakinan adalah hal penting berdasarkan refleksitas manusia dalam memandang persoalan dan manusia rela mati dalam keyakinannya tersebut dikarenakan keyakinan dihayati sebagai kehadiran dari yang transeden.

4. Peran cinta

Bagi seorang Kumbokarno, mati sebagai kusuma negara adalah harga tertinggi suatu perjuangan dan menyimbolkan darma yang tulus. Keyakinanlah yang membimbing Kumbokarno bergerak maju menjemput perang dan sekaligus meninggalkan Rahwana.

Dalam perjalanan menuju medan perang tersebut, ditengah jalan bertemulah Kumbokarno dengan Sukesi, ibunda tercinta. Tetesan air mata yang keluar membasahi bumi tempatnya berpijak dan seakan air mata tersebut sengaja dikuras habis hanya untuk pertemuan ibu-anak ini.

5. Makna absurditas

Puncak dari absurditas hidup adalah kematian yang tak terpahami akan maknanya. Jawaban-jawaban untuk pertanyaan seputar absurditas ini sulit untuk dirasionalkan, dan tidaklah lagi ada jawaban karena pertanyaan tentang makna kematian hanya menjadi misteri setiap manusia secara individu. Namun terdapat banyak cara agar kematian tersebut bermakna terutama bagi diri manusia itu sendiri. Cinta kasih yang terbatas seharusnya menjadi awal refleksitas diri dalam memandang dunia dan hidup yang absurd ini. Cinta kasih yang terbatas menyadarkan bahwa terdapat cinta kasih yang mutlak dan murni memperhatikan segala tingkah laku manusia.

Makna Filosofis Kumbokarno untuk Kita

Maju kemedan perang sebagai senopati ataupun juga sebagai seorang rakyat adalah sama besar kebanggaannya. Negara sebagai tempat berteduh dan tempat menjalani segala hari-hari kehidupan seorang manusia selalu menjadi dasar kuat bagi seseorang untuk selalu cinta terhadap tanah air, bangsa dan negaranya. Kewajiban mempertahankan dan selalu menegakkan keberadaan tanah air tercinta adalah janji yang secara sadar terucap sekalipun dalam batin seorang warga negara sepanjang hidupnya. Kecintaan akan janji setia terhadap bangsa dan negara ini adalah roh kekuatan bagi bangsa itu sendiri.

Warga negara yang baik, yang berjiwa nasionalis adalah yang selalu memiliki andil bagi tanah airnya. Perjuangan untuk selalu bersama-sama mengawal kejayaan bangsa ini dalam mengarungi kehidupan yang masih terus ada sampai titik yang tidak dapat ditentukan lenyapnya.

Segala kerusakan yang ada atau semua potensi yang dapat mengakibatkan kehancuran suatu ‘negara’ harus segera dihilangkan atau harus dapat diperbaiki agar selalu tercipta kedamaian hidup bersama menuju kesejahteraan yang selalu diimpikan dan dibanggakan. Bukan dengan cara membantu ‘ melumpuhkan negara’ agar perjuangan personal tercapai. Tak ada satupun proposisi yang membenarkan sebuah postulat, “melawan kedzaliman dengan menggunakan cara-cara yang lebih dzalim”. Untuk mendapatkan sikap tersebut memang diperlukan generasi-generasi yang tangguh dan berjiwa patriotis yang harus terus muncul agar ‘bangsa’ ini dapat menjaga ‘negara’nya sendiri.

Sikap yang melekat pada sosok Kumbokarno diatas memperlihatkan kepada kita semua bahwa seseorang tidak selalu mulus dalam menjalani kehidupannya dalam suatu institusi kecil sekalipun. Terdapat berbagai persoalan-persoalan yang mewajibkan seseorang untuk bersikap bijak dan tegas dalam memutuskan suatu persoalan, apalagi yang menyangkut kepentingan yang lebih luas. Jelas terlihat pada cerita diatas bahwa perang terjadi menimbulkan banyak kerugian dikedua belah pihak dan jalan terang seakan suatu yang utopis didalam suatu realitas perang. Seorang Kumbokarno sebagai seorang warga yang memiliki jiwa patriotispun tanpa segan-segan membela dan mempertahankan tegaknya tanah air Alengka. Berbagai cara dan usaha telah ia lakukan dalam menangkal terjadinya perang tersebut, namun usaha itu seakan sia-sia kalau saja seseorang tersebut tidak cepat-cepat menyadarinya. Sadar bahwa dibalik kekacauan yang sedang berlangsung tersebut kerselip suatu manfaat yang akan membawa kepada perubahan yang besar bagi bangsa dan negara tercinta dikemudian hari.

Sekali lagi dari tamsil diatas, bahwa kita dalam memperjuangkan sesuatu, pada level apapun, jangan sampai terjebak pada situasi yang membelenggu kepada kepentingan personal. Masih ada kewajiban yang lebih tinggi lagi untuk diperjuangankan, yaitu eksistensi, tetap tegaknya institusi dan keutuhan/kesatuan seluruh komponen dalam arti yang sangat luas. Sebuah tindakan yang bijak tentunya jika kita bisa memilah dan memilih untuk tidak terjebak kepada kepentingan yang sempit yang hanya mengutamakan kekuasaan saja. Akan tetapi yang lebih utama adalah bersama-sama ‘menyelamatkan negeri’ ini agar tidak lumpuh, kembali tegak, dalam bingkai satu kesatuan KELUARGA BESAR SMA PLUS NEGERI 7 BENGKULU.

Sabtu, 29 Agustus 2009

UJIAN MID SEMESTER GANJIL TA. 2009 / 2010

Ujian Mid Semester Ganjil Tahun Ajaran 2009 /2010 akan dilaksanakan pada tanggal 07 September 2009 s/d 12 September 2010